Aktivis ko cabul?
Mencintai atau menyukai lawan jenis itu memang sifat alamiah manusia dan wajar, tapi ketika seseorang tak menyukai lawan jenisnya justru akan banyak pertanyaan liar yang pasti dilontarkan kepada orang tersebut. Entah dikira gay atau lesbian sudah pasti, walaupun memang perilaku gay dan lesbi pun juga merupakan sifat manusiawi.
Disini saya tak akan fokus membahas persoalan tentang gay atau lesbi, toh kawan-kawan bisa mengetahui serta memahami apa itu lesbi dan gay hanya dengan membaca di portal online seperti magdalene.co atau mubadalah.id dan masih banyak lagi yang konsent membahasnya.
Pasti kawan-kawan bertanya, lalu apa yang akan dibahas?. Mari perlahan dan sedikit sabar mengulik tentang persoalan kekerasan seksual, yang nanti larinya pada sifat alami manusia. Jika menyoal kekerasan seksual memang sangat luas bahasannya, entah diambil dari perspektif korban, pelaku, saksi hingga payung hukumnya.
Hari ini kekerasan seksual bisa dikatakan ada dua model yaitu verbal ataupun non verbal, dan Jenis kekerasan seksual itu sendiri terdiri dari pelecehan seksual nonfisik, pelecehan seksual fisik, pemaksaan kontrasepsi, dan pemaksaan sterilisasi. Selanjutnya ada pemaksaan perkawinan, penyiksaan seksual, eksploitasi seksual, perbudakan seksual, dan terakhir yaitu kekerasan seksual berbasis elektronik. Ini berdasarkan UU TPKS dalam pasal 4 Ayat 1.
Sampai sini sudah bisa mengerti jenisnya kan?. Oke kita lanjut, dari banyaknya jenis kekerasan seksual diatas kita kembali ke sifat alamiah manusia yang pasti menyukai lawan jenisnya. Kalau saya boleh bertanya, apakah kawan-kawan pernah melakukan salah satu jenis kekerasan seksual diatas atas dasar menyukai lawan jenis?.
Harapanku kawan-kawan tidak pernah melakukannya! (dan semoga saya pribadi juga tak melakukan perbuatan keji tersebut). Kita sama-sama sudah dewasa dan bisa membedakan, mana yang benar dan mana yang salah, mana yang baik dan mana yang buruk. Tetapi, entah mengapa ketika seseorang masuk dan termakan dalam kata "mencintai, menyukai, dan akhirnya pacaran" biasanya orang tersebut seakan lupa bahwa mereka memiliki batasan yang tak bisa ditembuh bahkan ditabrak.
Lebih bajingannya adalah ketika seseorang yang jelas-jelas berpendidikan yang dianggap mahasiswa melakukan pelecehan seksual atau kekerasan seksual, memang pelakunya tak selalu mahasiswa semata ada juga dari beberapa dosen dan tendik. Yang lebih menjijikannya lagi mahasiswa tersebut dianggap aktivis atau orang yang banyak terlibat aktif diberbagai kegiatan dalam suatu organisasi. Padahal aktivis itu pula yang mengkaji tentang UU TPKS dan permendikbud nomor 30 tahun 2021.
Sebab sepemahaman saya pribadi tak ada organisasi atau wadah apapun itu yang MENGAJARKAN bahkan MEMBIASAKAN kelakuan keji tersebut. Bakal sangat amat disayangkan jika memang benar-benar terbukti masih banyak kasus seperti itu.
Biasanya para pelaku memanfaatkan jabatan atau ketenarannya yang dianggap sebagai aktivis untuk melakukan hal-hal bodoh seperti itu. Kenapa tidak? Banyaknya pelaku dari kaum laki-laki disebabkan mereka merasa punya otoritas dan merasa mampu untuk membungkam si korbannya dalam hal ini biasanya disebut relasi kuasa. Dan tanpa mengecualikan pastinya, bahwa dari kaum perempuan juga bisa menjadi pelaku Kekerasan seksual. Namun biasanya tak menggurita layaknya kaum laki-laki.
Aktivis ko cabul bro?.
.jpeg)
0 Komentar