Mengapa hangat tubuh tak selaras dengan hangat hati?
Pusing kepala serasa beriringan dengan hidup yang memutar dan memudar bak harap
Apakah kau pernah menemukan atau bahkan mempertanyakan hal diatas kepada diri sendiri?
Pertanyaan yang mungkin tak bisa terjawab dengan logika aristoteles atau bahkan albert camus pun belum tentu bisa menjawab hanya dengan logika absurditasnya.
Lalu, kemana lagi kita harus mencari jawaban tersebut?.
Rumi yang serigit itu dalam merumuskan makna kehidupan dengan cinta kasih dan kebajikan, pun belum tentu membersamai kita sebagai hamba yang tak berdaya.
Perseteruan antara jiwa dan raga selalu menjadikan manusia merasa hampa. Terkadang kita memaksakan harus memperoleh jawaban dari manapun, padahal jawaban tersebut sudah kita miliki. Tapi, tak tau kapan akan menemukannya dimana.
Dua versi yang tak ingin menjadi satu ini, menyimpan banyak kemungkinan.
Kemungkinan yang hanya terjawab dengan melawan dan memaksakan keduanya beriringan.
Kemudian kita tersadar bahwa kita harus melupakan dan menghilangkan pertanyaan yang membingungkan dan menyedihkan ini.
Rumit bukan? Itulah hal yang selalu kita cari dan mebersamai. Seakan dunia hanya ada kau dan kehampaan, lalu semua berlalu tanpa ada titik temu.
Sudah dewasa atau terpaksa dewasa?.
Tenang kawan, aku bukan bermaksud mencecar pertanyaan kepadamu. Tetapi, ini yang sedang menggerogoti ruang imajiku hingga detik ini. Semua seakan menjadi khayal yang tak kunjung hilang yang justru melayang-layang dalam fikiran.
Sampai-sampai aku memutar beberapa kali lagu "Takut" ciptaan idgitaf. Lirik demi lirik ku renungkan, majas demi majas ku terjemahkan. Tetapi sama saja! Aku masih tetap merasa menjadi manusia yang tak berguna.
Sepertinya benar, aku terpaksa dewasa bukan sudah dewasa. Apakah kita sama?. Tidak mungkin! Ini hanya berlaku bagi laki-laki sepertiku. Laki-laki yang tak tau arah dan merasa paling terarah diantara sekeliling orang lain.
Ayolah!, aku hanya ingin mengajak kalian berbagi cerita. Tentang bagaimana menyedihkannya diri kita.
2 Komentar